POSTAR News

Google, Facebook, dan Ancaman Terhadap Guru  

Rabu

Opini SMART Bulletin


Oleh: Ali Rif’an *

POSTAR - Pada era teknologi informasi (TI) seperti sekarang ini, perkembangan ilmu pengetahuan yang menjadi pilar utama bagi penyempurnaan hidup manusia di muka bumi akan cenderung mengalami perkembangan. Hal ini ditandai dengan maraknya revolusi teknologi, ekonomi, gaya hidup, pola pikir, dan sistem rujukan masyarakat yang ada, sehingga kontrol pada materi, ruang, dan waktu pun mengalami pergeseran.

Pada titik inilah guru sebagai motor penggerak siswa akan menghadapi tantangan sekaligus ancaman.

Google dan Facebook

Guru, sebagaimana kerap disebut sebagai penentu kemajuan bangsa, pahlawan tanpa jasa, dan pejuang yang tak pernah lelah kini mulai menuai tantangan. Peran guru akan mulai tergeser seiring maraknya teknologi canggih seperti Google, Yahoo-Messenger, Friendster, Plurk, Tagget, Multiply, E-learning, ataupun jejaring sosial seperti Facebook.

Mesin pencari Google, misalnya, mampu memfasilitasi pencarian ilmu dengan sangat cepat dan praktis. Google yang diciptakan oleh Larry Page dan Sergey Brin pada tahun 1995 ini mampu membalikkan sekat keterbatasan informasi. Para siswa dapat menggali informasi apa saja dari seluruh belahan dunia tanpa harus bercapek-capek ria. Cukup duduk manis, klik, dalam hitungan detik akan muncul sesuatu yang diinginkan.

Begitu pula Facebook, jejaring sosial yang sedang marak digandrungi masyarakat ini cukup memiliki pengaruh besar dalam menggeser peran guru sebagai seorang pendidik. Untuk sekarang ini, menurut beberapa survey, Facebook merupakan jaringan sosial online nomor satu di internet yang paling sering dikunjungi.

Bahkan beberapa stasiun televisi seperti MetroTV, SCTV, dan RCTI memanfaatkan Facebook sebagai feedback (tanggapan, saran, dan kritik) dari pemirsa setianya.

Tak hanya itu, para artis, pejabat, anggota DPR, pelajar, mahasiswa, dosen, praktisi, serta para caleg dan capres-cawapres pun aktif menggunakan jejaring sosial ini. Artinya, seorang siswa ketika menggunakan layanan ini akan mendapatkan banyak pengetahuan dari luar. Karena salah satu kelebihan Facebook adalah bisa digunakan untuk konsultasi kepada orang-orang tertentu lewat layanan catting yang tersedia.

Itulah sebabnya, di sini, jika guru tidak memiliki daya peka dan tanggap terhadap perubahan sosial dan teknologi ini, lama-lama ia akan ditinggalkan muridnya.

Stagnasi Guru

Sejauh ini, masih banyak sekali ditemukan guru yang mengajar hanya terpaku pada target kurikulum yang kaku dan mekanistis, mengajar sesuai dengan bidangnya, serta gaptek dalam mengoperasikan media informasi dan teknologi.

Padahal, maraknya layanan informasi seperti Google dan Facebook yang sebenarnya tidak terdapat pada kurikulum juga harus menjadi perhatian tersendiri oleh seorang guru. Keadaan guru pada era TI berbeda sekali dengan di era kultural. Jika pada era kultural guru merupakan satu-satunya tempat untuk di’gugu’ dan di‘tiru’, dimuliakan, dihormati, dan seterusnya, maka, pada era informasi sekarang ini guru bukan satu-satunya agen informasi (agen of information).

Sejauh ini, daya kreatif dan inovatif seorang guru masih terkesan "terkurung dan terkandangi", sehingga yang terjadi adalah guru cenderung kaku dan rigid. Ini tentu bisa dilihat dari banyaknya sistem pembelajaran guru hanya terpaku pada target kurikulum yang kaku dan mekanistis, mengajar tidak sesuai dengan bidangnya, serta gaptek dalam mengoperasikan media informasi dan teknologi.

Padahal, pada era informasi seperti ini, guru sudah semestinya dapat menjadikan dirinya sebagai motivator, yang menggerakkan anak didik pada sumber belajar yang dapat diakses. Sebagai dinamisator, yaitu memantau anak didik agar mengembangkan kreativitas dan imajinasinya. Dan sebagai evaluator dan justivikator,dapat menilai dan memberi catatan, tambahan, pembendaharaan, dan sebagainya terhadap hasil temuan siswa.

Setidaknya hal-hal mendasar yang harus dilakukan oleh seorang guru di era sekarang ini adalah, pertama, seorang guru harus memiliki sikap adaptif, sebagaimana diungkapkan oleh Charles Darwin (Kompas, 16/2/09), jika manusia tidak ingin mengalami kepunahan, mereka harus memiliki sikap adaptif terhadap lingkungannya.

Dengan kata lain, setiap orang harus menjalankan proses adaptasi secara efektif dalam merespons perubahan sosio-kultural yang ada.


Kedua, guru hendaknya mulai mencoba melaksanakan strategi pendidikan yang membumi. Artinya, strategi yang dilaksanakan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan di mana proses pendidikan tersebut dilaksanakan serta memiliki relasi dengan kenyataan faktual (applicable).

Dengan strategi ini, diharapkan pendidikan kita akan mampu menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang benar-benar dapat menghadapi tantangan zaman. (*)


*)Penulis adalah Mahasiswa Jurusan PAI B, Semester VI

AddThis Social Bookmark Button
Email this post


Your Ad Here

Design by indramunawar@gmail.com